Manajement
Resiko
(Kasus IFRS RSUD dr. Adjidarmo)
Kasus yang pernah terjadi di IFRS
RSUD dr. Adjidarmo adalah terjadinya
kesalahan
pemberian obat di depo rawat jalan pada pasien dengan nama yang sama
dan berasal
dari poliklinik yang sama. Pasien berasal dari poliklinik spesialis
jantung.
Pasien memiliki dua nama yang sama secara lafal (pengucapan), tetapi
berbeda
secara penulisan. Pasien pertama bernama Sunarya, dan pasien kedua
bernama
Sunariah.
Kesalahan terjadi ketika petugas
farmasi memanggil pasien untuk
penyerahan
obat dan akan diberikan informasi obat. Ketika diberikan pertanyaan
oleh petugas
farmasi mengenai data-data pasien untuk memastikan kembali obat
yang akan
diberikan, orang yang mengambil obat tersebut hanya mengangguk
(sepertinya
bukan pasien/keluarga pasien ybs atau suruhan pasien).
Petugas
farmasi baru menyadari kalau obat yang diberikan keliru ketika
pasien atas
nama Sunariah menanyakan obatnya (karena ybs ada keperluan lain,
jadi resep
ditinggal di apotek tetapi obat belum diambil). Sementara obat atas nama
pasien
Sunariah sudah tidak ada di apotek. Obat yang ada di apotek hanya ada atas
nama
Sunarya.
Setelah ditelusuri ternyata
kesalahan bukan hanya terjadi di Instalasi
Farmasi
saja, melainkan juga terjadi di poliklinik jantung. Perawat di poliklinik
salah
menulis nama di resep (tidak sesuai dengan SEP/jaminan yang ada pada
lembar
kedua).
Segera setelah petugas farmasi
menyadari terjadi kesalahan pemberian obat
pada pasien
tersebut, petugas farmasi segera mencari kembali resep atas nama
Sunariah dan
menyiapkan kembali obatnya. Sementara pasien atas nama Sunarya
ditelusuri alamat rumah dan nomer telepon yang bisa dihubungi. Tetapi dari
data yang ada di sistem pendaftaran tidak mencantumkan dengan lengkap no
telepon.
Sehingga mau
tidak mau petugas farmasi mencari alamat pasien tersebut, dan
mendatangi
rumahnya, untuk menukar obat yang salah. Beruntungnya pasien tersebut
belum
meminum obat satupun, sehingga resiko lebih besar dari kesalahan
penggunaan
obat tidak terjadi dan dengan segera tertanggulangi.
Proses Manajemen Resiko Pada Kasus
a. A. Mengidentifikasi resiko
Resiko merupakan peristiwa yang menghambat pencapaian
tujuan perusahaan. Seluruh resiko yang mungkin terjadi dan berdampak negatif
bagi perusahaan secara signifikan harus terlebih dahulu diidentifikasi. Hal-hal
yang dapat menyebabkan terjadinya resiko di Instalasi Farmasi diantaranya
adalah sebagai berikut :
·
Pada proses
perencanaan untuk pembelian, data yang digunakan berdasarkan pada pola konsumsi, bukan pada pola penyakit,
sehingga menyebabkan perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada, sehingga
perlu ada perencanaan susulan, sehingga bisa jadi terjadi stock out, menjadikan
pasien tidak mendapat obat sesuai permintaan dokter.
·
Pada proses
pengadaan, dapat terjadi barang kosong di pihak distributor, padahal barang
tersebut sangat diperlukan oleh pasien, sehingga diperlukan usaha tambahan
untuk mencari barang yang sama di distributor lain. Resiko lain adalah pihak
rumah sakit belum menyelesaikan pembayaran (kesalahan dari pihak distributor
tidak melakukan penagihan, ataupun pihak rumah sakit karena panjangnya prosedur
yang harus ditempuh), sehingga instalasi farmasi tidak mendapatkan obat sesuai
dengan kebutuhan.
·
Pada proses
penerimaan barang dari pihak distributor, terjadi resiko barang tidak diperiksa
betul masa kadaluarsanya, sehingga bisa jadi diberikan barang yang dekat masa
kadaluarsanya. Dekat masa kadaluarsa berakibat terjadinya barang kadaluarsa,
sehingga merugikan pihak rumah sakit bila barang tersebut ternyata perputarannya
tidak baik (mengendap).
·
Pada proses
penyimpanan, terjadi resiko barang tidak disimpan pada suhu ataupun kelembaban
yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat mengurangi kualitas dari barang
tersebut, menjadikan obat tidak efektif diberikan pada pasien. Pada penyimpanan
yang memerlukan perlakuan khusus, seperti narkotika dan psikotropika yang harus
disimpan pada lemari dua pintu dua kunci, dipegang oleh dua orang yang berbeda,
mempunyai resiko tidak ditaati oleh petugas karena dirasakan tidak efektif
dalam bekerja, mengakibatkan dapat terjadi penyalahgunaan. Pada proses
distribusi ke unit, dapat terjadi resiko barang yang didistribusikan tidak
sesuai baik jumlah maupun item, sehingga unit terkait tidak mendapatkan obat
yang diperlukan dalam pelayanan. Untuk tempat yang agak jauh, resiko yang
terjadi adalah barang dalam kemasan kaca, dapat pecah dalam proses distribusi,
sehingga merugikan pihak rumah sakit.
Pada proses
distribusi ke pasien, resiko yang mungkin terjadi diantaranya :
® Salah membaca tulisan dokter,
sehingga pasien tidak mendapat obat sesuai penyakitnya, dapat berakibat fatal
bila obat yang diberikan ternyata memberikan dampak yang berbahaya bagi pasien.
® Salah mengambil obat karena mirip
nama atau kemasan (LASA, look alike sound alike), karena tidak dipisahkan dalam
penyimpanannya, ataupun kesalahan karena ketidaktelitian pengambilan.
® Salah memberikan etiket (tertukar
dengan etiket obat lain), sehingga dalam aturan pakainya dapat terjadi kesalahan.
® Tidak mengkaji resep ada tidaknya
interaksi antar obat, sehingga bila ada interaksi yang menurunkan potensinya,
tujuan pengobatan tidak berjalan maksimal.
® Salah memberikan obat kepada pasien
yang bukan seharusnya (tertukar karena nama sama misalnya), sehingga dapat menyebabkan
efek yang dapat berbahaya bagi pasien (seperti kasus yang akan dibahas).
® Salah memberikan informasi kepada
pasien (misalnya penggunaan obat off label, tapi pasien tidak ditanya terlebih dahulu,
sehingga terjadi kesalahan informasi).
b.
B. Menganalisis
Resiko
Setelah seluruh resiko diidentifikasi, maka dilakukan
pengukuran tingkat kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan
setelah mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan
menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif, atau
kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian peristiwa dan
dampak kerugian yang ditimbulkannya. Pada kasus salah memberikan obat pada pasien,
maka pengukuran kualitatif frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah sebagai
berikut :
Kemungkinan
|
Deskripsi
|
Nilai
|
Jarang
|
Terjadi pada keadaan khusus
|
1
|
Kadang-kadang
|
Dapat terjadi sewaktu-waktu
|
2
|
Mungkin
|
Mungkin terjadi sewaktu-waktu
|
3
|
Mungkin Sekali
|
Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi tidak
menetap
|
4
|
Hampir Pasti
|
Dapat terjadi pada tiap keadaan dan menetap
|
5
|
Termasuk “kadang-kadang” (bobot
nilai 2), dengan sebab diantaranya :
·
Perawat
poliklinik dan petugas farmasi dalam kondisi lelah karena banyaknya jumlah
pasien yang dilayani/hari.
·
Tidak ada
cross cek.
Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak
Tingkat
|
Deskriptor
|
Contoh Deskripsi
|
1
|
Tidak bermakna
|
Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
|
2
|
Rendah
|
Pertolongan pertama dapat diatasi, kerugian
keuangan sedang
|
3
|
Menengah
|
Memerlukan pengobatan medis, kerugian
keuaangan besar
|
4
|
Berat
|
Cedera luas, kehilangan kemampuan
produksi, kerugian keuangan besar
|
5
|
Katastropik
|
Kematian, kerugian keuangan sangat besar
|
c. C. Mengevaluasi Resiko
Setelah resiko diukur tingkat kemungkinan dan
dampaknya, maka disusunlah urutan prioritas resiko. Mulai dari resiko dengan
tingkat resiko tertinggi, sampai dengan resiko terendah. Resiko yang tidak
termasuk dalam resiko yang dapat diterima/ditoleransi merupakan resiko yang
menjadi prioritas untuk segera ditangani. Setelah diketahui besarnya tingkat
resiko dan prioritas resiko, maka perlu disusun peta resiko. Dari kasus salah
memberikan obat pada pasien, peta resiko yang dapat dibuat berdasarkan
prioritas resiko adalah sebagai berikut :
® Penerimaan resep (identitas pasien,
umur, berat badan untuk pasien anak)
® Pembacaan resep (pengkajian)
® Pengentrian ke komputer untuk
pengklaiman keuangan
® Pembuatan etiket
® Penyiapan obat (dispensing)
® Penggabungan antara etiket dan obat
yang telah disiapkan
® Pemberian informasi kepada pasien
ketika menyerahkan obat
Menjadi
prioritas utama dalam penerimaan resep, terutama saat pembacaan resep (bila
salah membaca resep, salah pula obat yang diberikan). Diperlukan juga
ketelitian dalam kesesuaian antara lembar resep dengan lembar SEP/jaminan
pasien. Ini adalah langkah yang menempati urutan prioritas resiko untuk kasus
ini.
d.
D. Menangani
Resiko (Solusi)
Resiko
yang tidak dapat diterima/ditoleransi segera dibuatkan rencana tindakan untuk
meminimalisir kemungkinan dampak terjadinya resiko dan personel yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana tindakan. Cara menangani resiko
untuk kasus ini adalah, mengurangi tingkat kemungkinan terjadinya resiko dengan
cara menambah/meningkatkan kecukupan pengendalian internal yang ada pada proses
pelayanan kefarmasian, dan mengeksploitasi resiko bila tingkat resiko dinilai
lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya peristiwa yang akan
terjadi. Pemilihan cara menangani resiko dilakukan dengan mempertimbangkan
biaya dan manfaat, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan rencana
tindakan lebih rendah daripada manfaat yang diperoleh dari pengurangan dampak
kerugian resiko. Seluruh resiko yang diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi,
dan ditangani dimasukkan ke dalam register resiko yang memuat informasi
mengenai nama resiko, uraian mengenai indikator resiko, faktor pencetus
terjadinya peristiwa yang merugikan, dampak kerugian bila resiko terjadi,
pengendalian resiko yang ada, ukuran tingkat kemungkinan/dampak terjadinya
resiko setelah mempertimbangkan pengendalian yang ada, dan rencana tindakan
untuk meminimalisir tingkat kemungkinan/dampak terjadinya resiko, serta
personil yang bertanggung jawab melakukannya.
Untuk
kasus ini, cara menangani resiko tersebut adalah dengan segera membuat
perbaikan agar masalah pasien terantisipasi. Kendali intern, dengan memanggil
petugas terkait (baik dari petugas farmasi maupun perawat di poliklinik), agar
kasus tersebut diharapkan tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Analisis
beban kerja ditinjau ulang, dengan menghitung pelayanan yang diberikan kepada
pasien.
Pembahasan
Error secara garis besar terbagi dua, yaitu: human
error dan organizational error. Human error sendiri dapat berasal dari faktor
pasien dan faktor tenaga kesehatan. Organizational error sendiri seringkali
diistilahkan sebagai system error, atau dalam konteks pelayanan kesehatan di
rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Sumber:
QORIAWATY, FITRI.2016.https://www.researchgate.net/publication/298439495.diakses
pada 05 oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar